Senin, 14 April 2014

Anak dan Mantu Atut lakukan politik uang pemilu 2014 di Jiwantaka

caleg golkar no 1 dapil serang untuk dprd propinsi banten, ade rossi mantu atut
caleg dpd no 7, andiara anak atut
mungkinkah mereka kena sangsi dari bawaslu ?

Merdeka.com - Usai pemilu legislatif, mulai bermunculan cerita-cerita lucu soal politik uang (money politic) yang dilakukan oleh para caleg. Karena mendapat suara sedikit, para caleg kemudian meminta kembali uangnya.

Seperti terjadi di Banten. Kisah ini diceritakan oleh Suyanto (50) warga Lontar Jiwantaka, Kelurahan Lontar Baru, Kecamatan Serang, Kota Serang, Banten. Ia mengaku uangnya diminta kembali oleh seorang timses caleg gara-gara caleg tersebut suara kecil.

Suyanto mendapat uang Rp 50 ribu dari timses itu pada malam hari menjelang pencoblosan. Ia didatangi timses caleg dan diminta untuk memilih empat caleg, tiga dari Golkar yakni caleg untuk DPR RI nomor urut 5, DPD nomor urut 7, DPRD Banten nomor urut 1, dan satu dari Partai Gerindra caleg Kota Serang nomor urut 7.

"Jadi pada malam itu saya diminta untuk mencoblos empat caleg, nomor urut 7, 1, 5, dan 7. Dan katanya nanti dikasih uang. Waktu itu saya nolak, dan saya bilang nanti saja gampang. Namun tanpa sepengetahuan dirinya, usai pencoblosan uang dalam amplop tersebut dititipkan ke mantu saya sebanyak empat amplop. Satu buat saya, dua anak saya, dan mantu saya," ujar Suryanto, Jumat (11/4).

Namun, usai hari pencoblosan pada Kamis (10/4) kemarin, timses yang berinisial AM meminta uang kembali dengan alasan menuduh dirinya tidak mencoblos empat caleg yang diminta. "Dan itu pun tidak langsung ke saya, tapi ke anak saya, cucu saya. Katanya, bilangin ke bapak kamu untuk mengembalikan uang dari Pak Ade. Ini kan sama saja menjelekkan nama baik saya. Kalau niatnya baik, silakan datang ke rumah saya dan temui saya langsung. Karena diawal ketika minta dukungan datangnya baik-baik," katanya.

Suryanto juga mengaku, uang yang diberikannya sebanyak Rp 50 ribu per amplop tersebut belum digunakan. "Saya malu, seakan-akan saya punya utang sama dia, dan keluarga saya juga ikut malu. Andai kata surat suara itu bisa diambil, saya perlihatkan, kalau saya milih siapa," katanya.

Sementara itu AM sendiri membenarkan dirinya telah memberikan uang kepada warga namun ia membantah menagih kembali uang yang sudah dibagikan. Dan ia menegaskan bahwa dirinya bukan kader salah satu partai.

"Saya tidak menagih uang tersebut untuk dikembalikan. Saya ini kan bukan kader partai, kebetulan istri saya yang kader Partai Golkar , dan saya hanya membantu istri saya," ungkapnya.

Sabtu, 05 April 2014

Putra-Putri Atut Dilaporkan ke Bawaslu Banten

Serang - Diduga lakukan money politics, putra dan putri Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Banten. Andika Hazrumi selaku Caleg DPR RI nomor urut 1 dari Partai Golkar dengan daerah pemilihan (Dapil) Banten 1 Pandeglang-Lebak, dan Andiara Aprilia Hikmat selaku Caleg DPD RI nomor urut 7 yang dilaporkan ke Bawaslu Banten.

Keduanya diduga melakukan praktik politik uang (money politics) dengan cara membagikan paket mie instan ke pemilih di Pandeglang.

Tapi bukan hanya putra dan putri Atut, juru bicara keluarga Atut pun diduga melakukan praktik politik uang yakni Fitro Nur Iksan selaku Caleg DPRD Banten dari Partai Golkar nomor urut 2, Dapil Pandeglang. Mereka menyebarkan paket mie instan secara bersama-sama.

Setiap paket berisi mie instan itu terdapat stiker berupa format suara suara yang terdapat foto Caleg Andika Hazrumi, Andiara Aprilia Hikmat dan stiker bergambar Fitron Nur Ikhsan.

Pelapor bernama Azis Marha ketika melaporkan praktik politik uang yang dilakukan kedua anak Atut dan juga juru bicaranya mengatakan bukti paket mie instan dan juga stiker bergambar Andika Hazrumi, Andiara Aprilia Hikmat dan Fitron Nur Ikhsan sudah disertakan dalam laporan ke Bawaslu Banten.

"Pada tanggal 31 Maret 2014 sore, kami menemukan bukti praktik politik uang dilakukan ketiga orang tersebut di Kampung Sindang Resmi, Desa Ciodeng, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang. Buktinya berupa paket plastik berisi mie instan dan kertas suara yang bergambar mereka," ujar pelapor, Azis Marha di Kantor Bawaslu, di Serang, Rabu (2/4).

Ia menuturkan, pembagian oleh ketiganya dilakukan pada waktu sore hari menjelang maghrib di kampung Sindang Resmi, Desa Ciodeng, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang.

"Pembagiannya secara bersamaan, satu paket itu ada tiga suara. Kami berharap kasus ini harus diproses agar politik uang tidak merajalela di Banten. Kasihan caleg yang tidak punya uang dan ingin membangun bangsa, tetapi dikotori oleh caleg yang membagi-bagikan barang untuk meraih simpati masyarakat," jelas Azis Marha.

Ketua Bawaslu Banten, Pramono U Thantowi, mengatakan akan mempelajari terlebih dahulu laporan dari warga ini. "Kita lakukan kajian materinya dulu. Kalau dari kajian awal itu pelanggaran administrasi, akan kita klarifikasi lebih dulu. Prosesnya masih panjang," ujarnya.

Dugaan awal Bawaslu, para caleg ini melanggar Pasal 301 dengan hukuman pidana selama 2 tahun masa kurungan dan denda Rp24 juta. "Penyelesaiannya bukan di sini (Bawaslu), tapi penyelesaiannya melalui polres dan peradilan umum. Kita hanya memverifikasi," ujar Pramono.

Sementara itu saat hendak dikonfirmasi, baik terhadap kedua penerus dinasti politik Ratu Atut Chosoyah, baik Andhika maupun Andiara tidak bisa dihubungi. Bahkan Jubir Atut, Fitron Nur Ikhsan yang juga sebagai pihak terlapor saat dikonfirmasi mengaku dirinya merasa tidak membagi-bagikan mie instan kepada warga seperti laporan tersebut.

Kendati begitu ia akan mengecek di titik wilayah ditemukannya pelanggaran itu.

"Kalau saya membagi-bagikan kartu nama dan surat suara itu benar. Itu juga dilakukan oleh seluruh caleg dan bukan sebagai pelanggaran pemilu," kata Fitron.